Rabu, 11 Oktober 2017

Asuhan Keperawatan pada Pasien Hidrosefalus

Edit Posted by with No comments











Asuhan Keperawatan pada Pasien Hidrosefalus
Kami Menyusun Makalah ini dalam Rangka Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Sistem Persarafan


DISUSUN:
1.        Dewi Ratna Sari            (15008)
2.      Maya Afriayani               (15027)
3.     Icut Puspita                     (15016)
4.      Ratna Anti Legianto     (15039)



AKADEMI KEPERAWATAN HARUM JAKARTA
Tahun 2017


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur Alhamdulillah atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien Hidrosefalus”. Kami menyusun makalah ini dalam rangka memenuhi persyaratan tugas Keperawatan Maternitas dengan bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya untuk itu dalam kesempatan ini kami dengan segala rendah hati mengucapkan terimakasih kepada:

1.    Ibu Rusmawati Sitorus, S.Pd. S.Kep. M.A. Selaku Direktur Akademi Keperawatan Harum Jakarta
2.    Ibu Ns. Ari Susiani, M.Kep. Selaku wali kelas tingkat III
3.    Ibu Ns. Wiwik Sofiah, APP.,M.Kep Selaku dosen mata ajar Sistem Persyarafan
4.    Seluruh staf Akademi Keperawatan Harum yang telah mendukung dalam proses pendidikan
5.    Kedua orang tua tercinta yang telah banyak memberikan dorongan moral maupun materil dan semangat serta doa kepala kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.

Dalam menyusun makalah sehingga kami dengan senang hati menerima segala bentuk saran dan kritik yang bersifat membangun demi peningkatan makalah ini. Kami berharap makalah ini bermanfaat bagi semua para pembaca.



                                                           



                                                                    


DAFTAR ISI

KATA  PENGANTAR.....................................................................................................     i
DAFTAR ISI                 .....................................................................................................   ii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang.................................................................................................   1                     
B.       Tujuan          .....................................................................................................   2
C.       Metode Penulisan.............................................................................................   2
D.       Ruang Lingkup Penulisan.................................................................................   2
E.        Sistematika Penulisan.......................................................................................   2
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A.       Definisi         .....................................................................................................   3
B.       Patofisiologi .....................................................................................................   4
1. Etiologi     .....................................................................................................   4
2. Pathway   .....................................................................................................   6
3. manifestasi Klinis.........................................................................................   7
C.       Klasifikasi    .....................................................................................................   9
D.       Pemeriksaan Diagnostik...................................................................................   12
E.        Penatalaksanaan ...............................................................................................   14
F.        Klomplikasi .....................................................................................................   16
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A.       Pengajian      .....................................................................................................   17
B.       Diagnosa      .....................................................................................................   17
C. Intervensi.....................................................................................................18                                                  
BAB IV PENUTUP
A.       Kesimpulan  .....................................................................................................   23
B.       Saran            .....................................................................................................   23

DAFTAR PUSTAKA 




BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Hidrosefalus adalah penumpukan CSS sehingga menekan jaringan otak. Jumlah cairan bisa mencapai 1,5 liter bahkan ada sampai 5 liter, sehingga tekanan intracranial sangat tinggi. Hidrosefalus sering di jumpai sebagai kelainan konginetal namun bisa pula oleh sebab postnatal. Angka kejadian hidrosefalus kira-kira 30% yang ditemui sejak lahir, dan 50% pada 3 bulan pertama. Frekuensi hidrosefalus ini utero 2:2.000 bayi, dan kira-kira 12% dari semua kelainan konginetal. Hidrosefalus sering menyebabkan distosia persalinan. Apabila hidrosefalus berlanjut setelah lahir dan tetap hidup akan menjadi masalah pediatric social. Pasien hidrosefalus memerlukan perawatan khusus dan besar karena pada anak yang mengalami hidrosefalus ada kerusakan saraf yang menimbulkan kelainan neurologis berupa gangguan kesadaran sampai pada gangguan pusat vital dan resiko terjadi decubitus.

Hasil survei Demografi dan Kesehatan (SDKI), angka kematian bayi menurun dari 97 pada tahun 1991 menjadi 44 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 dan 29 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2010 (Nurjanah, dkk. 2013). AKB di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 10,75/1.000 kelahiran hidup, meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 10,34/1.000 kelahiran hidup. Dibandingkan dengan target Millenium Development Goals (MDGs) ke-4 tahun 2015 sebesar 17/1.000 kelahiran hidup, maka Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sudah cukup baik karena telah melampaui target. Faktor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan dan social ekonomi (Dinkes Jawa Tengah, 2012).

Semua bayi baru lahir harus dinilai tanda-tanda kegawatan/kelainan yang menunjukkan suatu penyakit. Bayi baru lahir dinyatakan sakit apabila mempunyai satu atau tanda-tanda sesak napas, frekuensi napas lebih dari normal, tampak retraksi dinding dada, malas minum, panas atau suhu badan bayi rendah, kurang aktif berat lahir rendah dengan kesulitan umum sedangkan pada bayi labioskizis ditandai dengan adanya kelainan pada bentuk bibir sumbing atau tidak sempurna  
( Muslihatun, 2010).

B.     Tujuan Penulisan
1.      Tujuan Umum
Memenuhi salah satu tugas Sistem Persarafan
2.      Tujuan Khusus
a.       Mahasiswa dapat menjelaskan tentang definisi Hidrosefalus
b.      Mahasiswa dapat menjelaskan tentang etiologi Hidrosefalus                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                        
c.       Mahasiswa dapat menjelaskan tentang klasifikasi Hidrosefalus
d.      Mahasiswa dapat menjelaskan tentang manifestasi Klinis Hidrosefalus
e.       Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pemeriksaan Diagnostik Hidrosefalus
f.       Mahasiswa dapat menjelaskan tentang penatalaksanaan Hidrosefalus
g.      Mahasiswa dapat menjelaskan tentang asuhan keperawatan Hidrosefalus

C.    Metode Penulisan
Metode Penulisan yang digunakan kelompok adalah menggunakan studi   kepustakaan dengan mengambil refrensi dari buku-buku, sebagai dasar untuk mengetahui dan memperkuat teori yang digunakan.

D.    Ruang Lingkup Penulisan
Ruang lingkup penulisan makalah ini adalah hanya membahas tentang “Asuhan Keperawatan dengan Pasien Hidrosefalus

E.     Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN terdiri dari : latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, ruang lingkup penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS terdiri dari : Definisi, patofisiologi terdiri dari etiologi, manifestasi klinis, dan asuhan keperawatan pada pasien hidrosefalus.
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN       
BAB IV terdiri dari : kesimpulan dan saran
Daftar pust
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.    Definisi
Hidrosefalus (istilah yang berasal dari bahasa Yunani: "hydro" yang berarti air dan "cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal dengan "kepala air") adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan serebro spinal atau CSS). Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital.

Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yang berlebihan maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan intrakanial yang meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat aliran cairan serebrospinalis (Darto Suharso,2009).

Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328).

Hidrocephalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS (Ngastiyah,2005).





B.     Patofisiologi
1.      Etiologi
a.         Kelainan Bawaan (Kongenital) 
1)      Stenosis akuaduktus Sylvii merupakan penyebab terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak ( 60-90%). Aqueduktus dapat merupakan saluran yang buntu sama sekali atau abnormal, yaitu lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah kelahiran. 

2)      Spina bifida dan kranium bifida Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan dengan sindrom Arnould-Jhiari akibat tertariknya medulla spinalis dengan medulla oblongata dan cerebellum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total. 

3)      Sindrom Dandy-Walker Merupakan atresia congenital Luscha dan Magendie yang menyebabkan hidrosefalus obtruktif dengan pelebaran system ventrikel terutama ventrikel IV, yang dapat sedemikian besarnya sehingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa pascaerior.

4)      Kista araknoid dan anomali pembuluh darah 
Dapat terjadi congenital tapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu hematoma.  

b.        Infeksi 
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi ruangan subarahnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat pirulen di aqueduktus sylviin atau system basalis. Hidrosefalus banyak terjadi pada klien pasca meningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitis. Secara patologis terlihat pelebaran jaringan piamater dan arahnoid sekitar system basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar sistem kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purunlenta lokasisasinya lebih tersebar. 

c.         Neoplasma 
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pengobatannya dalam hal ini di tujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak di angkat, maka dapat di lakukan tindakan paliatif dengan mengalihkan CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.

d.        Perdarahan 
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).

















2.      Pathway
































3.      Manifestasi Klinis
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada derajat ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
a.       Hidrosefalus terjadi pada masa neonates
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003).
1)        Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
2)        Strabismus, nystagmus, atropi optic
3)        Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.
4)        Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
5)        Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
6)        Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
7)        Muntah
8)        Gelisah
9)        Menangis dengan suara ringgi
10)    Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.
11)    Peningkatan tonus otot ekstrimitas
12)    Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh-pembuluh darah terlihat jelas.
13)    lis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah-olah di atas Iris



b.      Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
1)        Fontanel anterior yang sangat tegang.
2)        Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
3)        Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.
4)        Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).
Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial :
1)        Nyeri kepala
2)        Muntah
3)        Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
4)        Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun
5)        Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
6)        Strabismus
7)        Perubahan pupil

Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi). (Darsono, 2005:213)

Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak orbital tertekan ke bawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh. Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah – pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistem ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional. Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik.

C.    Klasifikasi
1.         Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan :
a.       Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).
b.      Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.
c.       Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
d.      Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.

Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua. (Darsono, 2005)


2.         Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua:
a.       Kongenital
Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga :
1)        Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil.
2)        Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.
b.      Didapat
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak tuntas. Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intracranial. Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital dengan di dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya.

3.         Berdasarkan letak obstruksi CSS ( Cairan Serbrospinal ) hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam tiga bagian yaitu :
a.       Hydrocephalus komunikans
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat aliran bebas CSS dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan. Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP). Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP).

b.      Hydrocephalus non komunikans
Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga menghambat aliran bebas dari CSS. Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan. Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSS. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada sistem ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yang berfungsi atau pada anak–anak dibawah usia 12–18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda–tanda dan gejala–gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak-anak yang garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala.

c.       Hidrocephalus Bertekan Normal ( Normal Pressure Hidrocephalus )
Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi
jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala – gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70 tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan tersebut.
Dikarenakan kondisi CSS yang tidak normal hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu:
1)        Produksi likuor yang berlebihan
2)        Peningkatan resistensi aliran likuor
3)        Peningkatan tekanan sinus venosa

Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial(TIK) sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :
1)        Kompresi sistem serebrovaskuler
2)        Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
3)        Perubahan mekanis dari otak
4)        Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis
5)        Hilangnya jaringan otak
6)        Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.

Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang.

Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak. (Darsono, 2005:212).

D.      Pemeriksaan Diagnostik
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu :
1.      Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
a.       Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.
b.      Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.

2.      Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.

3.      Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara fungsional. Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.

4.         Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.

5.         Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG
diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.

6.      CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS. Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.

7.      MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.

E.       Penatalaksanaan
Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1.      Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal. 
2.      Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid 
3.      Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni: 
a.       Drainase ventrikule-peritoneal 
b.      Drainase Lombo-Peritoneal 
c.       Drainase ventrikulo-Pleural 
d.      Drainase ventrikule-Uretrostomi 
e.       Drainase ke dalam anterium mastoid 
4.      Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis. 
5.      Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar. 
6.      Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.
Ada 2 macam terapi pintas / “ shunting “: 
a.       Eksternal 
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
b.      Internal 
1)      CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain :
a)      Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen) 
b)      Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior 
c)      Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus. 
d)     Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum 
e)      Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum. 
2)      “Lumbo Peritoneal Shunt” 
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.




G.    Komplikasi
Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP shunt adalah infeksi dan malfungsi. Malfungsi disebakan oleh obstruksi mekanik atau perpindahan didalam ventrikel dari bahan – bahan khusus ( jaringan /eksudat  ) atau ujung distal dari thrombosis sebagai akibat dari pertumbuhan. Obstruksi VP shunt sering menunjukan kegawatan dengan manifestasi klinis peningkatan TIK yang lebih sering diikuti dengan status neurologis buruk. 

Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya akibat dari infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik, Endokarditis bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis. Komplikasi VP shunt yang serius lainnya adalah subdural hematoma yang di sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan ntrakranial dan ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses abdominal, perforasi organ-organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat pemasangan), fistula hernia, dan ilius.













BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Pengkajian 
1.      Anamnesa  
2.      Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat  
3.      Riwayat Penyakit / keluhan utama : Muntah, gelisah, nyeri kepala, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer. 
4.      Riwayat Penyakit dahulu  
a.       Antrenatal : Perdarahan ketika hamil  
b.      Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir 
c.       Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma 
5.      Riwayat penyakit keluarga 
6.      Pengkajian persisten
a.       B1 ( Breath )   : Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas
b.      B2 ( Blood )    : Pucat, peningkatan systole tekanan darah, penurunan nadi
c.       B3 ( Brain )     : Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol dan  mengkilat, pembesaran kepala, perubahan pupil, penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer, strabismus ( juling ), tidak dapat melihat keatas “ sunset eyes ”, kejang
d.      B4 ( Bladder ) : Oliguria
e.       B5 ( Bowel )   : Mual, muntah, malas makan
f.       B6 ( Bone )     : Kelemahan, lelah, peningkatan tonus otot ekstrimitas
7.      Observasi tanda – tanda vital
a.       Peningkatan systole tekanan darah
b.      Penurunan nadi / bradikardia
c.       Peningkatan frekuensi pernapasan

B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK
2.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan muntah sekunder akibat kompresi serebral dan iritabilitas.
3.      Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan pembesaran kepala
4.      Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan penyakit yang di derita oleh anaknya.
5.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan drain/shunt.

C.    Rencana Keperawatan
1.         Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatn diharapkan rasa nyeri akan berkurang /hilang
Kriteria hasil  :
a.       Klien merasa nyaman
b.      Nyeri kepala berkurang atau hilang (skala nyeri 0).
c.       Tampak rileks.
d.      Tidak meringis kesakitan.
e.       Nadi normal dan RR normal.
Intervensi
Rasional
1.      Tampilkan pengkajian secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekwensi, kualitas, intensitas dan faktor predisposisi nyeri.
2.      Observasi isyarat non verbal dari ketidak nyamanan, terutama jika tidak dapat berkomunikasi secara efektif.
3.      Pastikan pasien menerima analgesik yang tepat.
4.      Ajarkan untuk menggunakan teknik nonfarmokologi (misal : relaksasi, guided imagery, therapi musik, distraksi, dll).
5.      Kaji pengalaman nyeri pada anak, minta anak menunjukkan area yang sakit dan menentukan peringkat nyeri dengan skala nyeri 0-5 (0 = tidak nyeri, 5 = nyeri sekali).
6.      Bantu anak mengatasi nyeri seperti dengan memberikan pujian kepada anak untuk ketahanan dan memperlihatkan bahwa nyeri telah ditangani dengan baik. 
7.      Pantau dan catat TTV
8.      Jelaskan kepada orang tua bahwa anak dapat menangis lebih keras bila mereka ada, tetapi kehadiran mereka itu penting untuk meningkatkan kepercayaan.
9.      Gunakan teknik distraksi seperti dengan bercerita tentang dongeng menggunakan boneka.
1.      Pengkajian menyeluruh memudahkan dalam penaganan nyeri.
2.      Isyarat non verbal dapat memberikan gambaran tingkat nyeri yang dialami klien.
3.      Pemberian analgesik untuk mengurangai rasa nyeri.
4.      Tekhnik relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri.
5.      Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri
6.      Pujian yang diberikan akan meningkatkan kepercayaan diri anak untuk mengatasi nyeri dan kontinuitas anak untuk terus berusaha menangani nyerinya dengan baik.
7.      Perubahan TTV dapat menunjukkan trauma batang otak.
8.      Pemahaman orang tua mengenai pentingnya kehadiran, kapan anak harus didampingi atau tidak, berperan penting dalam menngkatkan kepercayaan anak.
9.      Teknik ini akan membantu mengalihkan perhatian anak dari rasa nyeri yang dirasakan.








































2.         Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan muntah sekunder akibat kompresi serebral dan iritabilitas.
Tujuan : Setelah dilaksakan asuhan keperawatan diharapkan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi
Kriteria Hasil :  Tidak terjadi penurunan berat badan sebesar 10% dari berat awal, tidak adanya mual-muntah.

Intervensi
Rasional
1.      Pertahankan kebersihan mulut dengan baik sebelum dan sesudah mengunyah makanan.
2.      Tawarkan makanan porsi kecil tetapi sering untuk mengurangi perasaan tegang pada lambung
3.      Atur agar mendapatkan nutrien yang berprotein/ kalori yang disajikan pada saat individu ingin makan
4.      Timbang berat badan pasien saat ia bangun dari tidur dan setelah berkemih pertama
5.      Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai kebutuhan kalori harian yang realistis dan adekuat.
1.      Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi rasa makanan dan meninbulkan mual
2.      Makan dalam porsi kecil tetapi sering dapat mengurangi beban saluran pencernaan. Saluran pencernaan ini dapat mengalami gangguan akibat hidrocefalus
3.      Agar asupan nutrisi dan kalori klien adeakuat
4.      Menimbang berat badan saat baru bangun dan setelah berkemih untuk mengetahui berat badan mula-mula sebelum mendapatkan nutrient
5.      Konsultasi ini dilakukan agar klien mendapatkan nutrisi sesuai indikasi dan kebutuhan kalorinya.


3.       Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan pembesaran kepala.
Tujuan : Klien tidak mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Kriteria Hasil :
-       Pertumbuhan dan perkembangan klien tidak mengalami keterlambatan dan sesuai dengan tahapan usia
Intervensi
Rasional
1.      Memberikan diet nutrisi untuk pertumbuhan ( asuh )
2.      Memberikan stimulasi atau rangsangan untuk perkembangan kepada anak ( asah )
3.      Memberikan kasih sayang ( asih )
1.      Mempertahankan berat badan agar tetap stabil
2.      Agar perkembangan klien tetap optimal
3.      Memenuhi kebutuhan psikologis












4.             Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan penyakit yang di derita oleh anaknya.
Tujuan : Meningkatkan pengetahuan orang tua mengenai penyakit yang diderita anaknya.
Kriteria Hasil :
-        Kecemasan orang tua pada kondisi kesehatan anaknya dapat berkurang
-       Orang tua mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, pengobatan dan perubahan pola hidup yang dibutuhkan

Intervensi
Rasional
1.      Beri kesempatan orang tua untuk mengekspresikan kesedihannya
2.      Beri kesempatan orang tua untuk bertanya mengenai kondisi anaknya mengenai kondisi anaknya
3.      Jelaskan tentang kondisi penderita, prosedur, terapi dan prognosanya
4.      Ulangi penjelasan tersebut bila perlu dengan contoh bila keluarga belum mengerti

1.      Keluarga dapat mengemukakan perasaannya sehinnga perasaan orang tua dapat lebih lega
2.      Pengetahuan orang tua bertambah mengenai penyakit yang di derita oleh anaknya sehinnga kecemasan orang tua dapat berkurang
3.      Pengetahuan kelurga bertambah dan dapat mempersiapkan keluarga dalam merawat klien post operasi
4.      Keluarga dapat menerima seluruh informasi agar tidak menimbulkan salah persepsi


















4.         Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan drain/shunt.
Tujuan : Tidak terdapat tanda-tanda infeksi ( 3 x 24 jam )
Kriteria Hasil :
-        TD dalam batas normal
-        Tidak terdapat perdarahan
-        Tidak terdapat kemerahan
Intervensi
Rasional
1.      Pantau tanda-tanda infeksi( letargi, nafsu makan menurun, ketidakstabilan, perubahan warna kulit )
2.      Lakukan rawat luka
3.      Pantau asupan nutrisi
4.      Kolaborasi dalam pemberian antibiotic
1.      Mengetahui penyebab terjadinya in
feksi
2.      Mencegah timbulnya ifeksi
3.      Asupan nutrisi dapat membantu menyembuhkan luka
4.      Antibiotik dapat mencegah





























BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS. Merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada sistem ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya liquor. Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu :
1.      Hidrochepalus komunikan
2.      Hidrochepalus non-komunikan
3.      Hidrochepalus bertekanan normal
Insidens hidrosefalus pada anak-anak belum dapat ditentukan secara pasti dan kemungkinan hai ini terpengaruh situasi penanganan kesehatan pada masing-masing rumah sakit.

B.     Saran
1.         Mahasiswa-mahasiswi
Mahasiswa dan mahasiswi dapat mengerti tentang Asuhan Keperawatan dengan Pasien  Hidrosefalus

2.         Institusi
Institusi dapat memfasilitasi dengan fasilitas yang memadai sehingga dapat mendukung tercapainya makalah yang baik dan benar





DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin,Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System Persyarafan.Jakarta:Salemba Medika
Ngoerah, Igusti Ngoerah.2001.Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf.Jakarta:EGC
Suddart, & Brunner.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC