Asuhan Keperawatan pada Pasien Hidrosefalus
Kami Menyusun Makalah ini dalam Rangka
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Sistem Persarafan
DISUSUN:
1.
Dewi Ratna Sari (15008)
2.
Maya Afriayani (15027)
3.
Icut Puspita (15016)
4.
Ratna Anti Legianto (15039)
AKADEMI KEPERAWATAN HARUM
JAKARTA
Tahun 2017
KATA
PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji
syukur Alhamdulillah atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan
Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien Hidrosefalus”. Kami menyusun makalah
ini dalam rangka memenuhi persyaratan tugas
Keperawatan Maternitas dengan bimbingan,
pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya untuk itu dalam kesempatan ini kami dengan
segala rendah hati mengucapkan terimakasih kepada:
1.
Ibu Rusmawati Sitorus, S.Pd. S.Kep. M.A.
Selaku Direktur Akademi Keperawatan Harum Jakarta
2.
Ibu Ns. Ari Susiani, M.Kep. Selaku wali kelas tingkat III
3.
Ibu Ns. Wiwik Sofiah, APP.,M.Kep Selaku
dosen mata ajar Sistem Persyarafan
4.
Seluruh staf Akademi Keperawatan Harum
yang telah mendukung dalam proses pendidikan
5.
Kedua orang tua tercinta yang telah
banyak memberikan dorongan moral maupun materil dan semangat serta doa kepala kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Dalam menyusun makalah sehingga kami dengan senang hati menerima segala
bentuk saran dan kritik yang bersifat membangun demi peningkatan makalah ini.
Kami berharap makalah ini bermanfaat bagi semua para pembaca.
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang................................................................................................. 1
B. Tujuan ..................................................................................................... 2
C. Metode
Penulisan............................................................................................. 2
D. Ruang
Lingkup Penulisan................................................................................. 2
E.
Sistematika Penulisan....................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN
TEORITIS
A. Definisi
..................................................................................................... 3
B. Patofisiologi ..................................................................................................... 4
1.
Etiologi ..................................................................................................... 4
2.
Pathway ..................................................................................................... 6
3.
manifestasi Klinis......................................................................................... 7
C. Klasifikasi ..................................................................................................... 9
D. Pemeriksaan
Diagnostik................................................................................... 12
E.
Penatalaksanaan ............................................................................................... 14
F.
Klomplikasi ..................................................................................................... 16
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengajian ..................................................................................................... 17
B. Diagnosa
..................................................................................................... 17
C. Intervensi.....................................................................................................18
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 23
B. Saran ..................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hidrosefalus adalah penumpukan CSS sehingga menekan jaringan otak.
Jumlah cairan bisa mencapai 1,5 liter bahkan ada sampai 5 liter, sehingga tekanan
intracranial sangat tinggi. Hidrosefalus sering di jumpai sebagai kelainan
konginetal namun bisa pula oleh sebab postnatal. Angka kejadian hidrosefalus kira-kira
30% yang ditemui sejak lahir, dan 50% pada 3 bulan pertama. Frekuensi
hidrosefalus ini utero 2:2.000 bayi, dan kira-kira 12% dari semua kelainan
konginetal. Hidrosefalus sering menyebabkan distosia persalinan. Apabila
hidrosefalus berlanjut setelah lahir dan tetap hidup akan menjadi masalah
pediatric social. Pasien hidrosefalus memerlukan perawatan khusus dan besar
karena pada anak yang mengalami hidrosefalus ada kerusakan saraf yang
menimbulkan kelainan neurologis berupa gangguan kesadaran sampai pada gangguan
pusat vital dan resiko terjadi decubitus.
Hasil survei Demografi dan Kesehatan (SDKI), angka kematian bayi
menurun dari 97 pada tahun 1991 menjadi 44 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun
2007 dan 29 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2010 (Nurjanah, dkk. 2013). AKB di Provinsi
Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 10,75/1.000 kelahiran hidup, meningkat bila
dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 10,34/1.000 kelahiran hidup.
Dibandingkan dengan target Millenium Development Goals (MDGs) ke-4 tahun 2015
sebesar 17/1.000 kelahiran hidup, maka Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi
Jawa Tengah tahun 2012 sudah cukup baik karena telah melampaui target. Faktor
penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil,
tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan dan social
ekonomi (Dinkes Jawa Tengah, 2012).
Semua
bayi baru lahir harus dinilai tanda-tanda kegawatan/kelainan yang menunjukkan
suatu penyakit. Bayi baru lahir dinyatakan sakit apabila mempunyai satu atau
tanda-tanda sesak napas, frekuensi napas lebih dari normal, tampak retraksi dinding dada,
malas minum, panas atau suhu badan bayi rendah, kurang aktif berat lahir rendah dengan kesulitan
umum sedangkan pada bayi labioskizis ditandai dengan adanya kelainan pada
bentuk bibir sumbing atau tidak sempurna
( Muslihatun, 2010).
B.
Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memenuhi salah satu tugas
Sistem Persarafan
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat menjelaskan
tentang definisi Hidrosefalus
b. Mahasiswa dapat menjelaskan
tentang etiologi Hidrosefalus
c. Mahasiswa dapat menjelaskan
tentang klasifikasi Hidrosefalus
d. Mahasiswa dapat menjelaskan
tentang manifestasi Klinis Hidrosefalus
e. Mahasiswa dapat menjelaskan
tentang pemeriksaan Diagnostik Hidrosefalus
f. Mahasiswa dapat menjelaskan
tentang penatalaksanaan Hidrosefalus
g. Mahasiswa dapat menjelaskan
tentang asuhan keperawatan Hidrosefalus
C.
Metode
Penulisan
Metode
Penulisan yang digunakan kelompok adalah menggunakan studi kepustakaan dengan mengambil refrensi dari
buku-buku, sebagai dasar untuk mengetahui dan memperkuat teori yang digunakan.
D.
Ruang
Lingkup Penulisan
Ruang
lingkup penulisan makalah ini adalah hanya membahas tentang “Asuhan Keperawatan dengan Pasien Hidrosefalus”
E.
Sistematika
Penulisan
BAB
I PENDAHULUAN terdiri dari : latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan, ruang lingkup penulisan dan sistematika penulisan.
BAB
II TINJAUAN TEORITIS terdiri dari : Definisi,
patofisiologi terdiri dari etiologi, manifestasi klinis, dan asuhan keperawatan pada pasien hidrosefalus.
BAB
III ASUHAN KEPERAWATAN
BAB
IV terdiri dari : kesimpulan dan saran
Daftar
pust
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Definisi
Hidrosefalus (istilah yang berasal dari bahasa Yunani:
"hydro" yang berarti air dan "cephalus" yang berarti
kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal dengan "kepala air")
adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak
(cairan serebro spinal atau CSS). Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut
bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya,
khususnya pusat-pusat saraf yang vital.
Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang
mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinalis, disebabkan baik oleh
produksi yang berlebihan maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai
tekanan intrakanial yang meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan-ruangan
tempat aliran cairan serebrospinalis (Darto Suharso,2009).
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan
intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono,
2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi
dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder,
sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut
menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan
ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328).
Hidrocephalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya
cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra kranial yang
meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS
(Ngastiyah,2005).
B.
Patofisiologi
1. Etiologi
a.
Kelainan Bawaan (Kongenital)
1) Stenosis akuaduktus Sylvii
merupakan penyebab terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak ( 60-90%).
Aqueduktus dapat merupakan saluran yang buntu sama sekali atau abnormal, yaitu
lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat
pada bulan-bulan pertama setelah kelahiran.
2) Spina bifida dan kranium
bifida Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan dengan
sindrom Arnould-Jhiari akibat tertariknya medulla spinalis dengan medulla
oblongata dan cerebellum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum
sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.
3) Sindrom
Dandy-Walker Merupakan atresia congenital Luscha dan Magendie yang
menyebabkan hidrosefalus obtruktif dengan pelebaran system ventrikel terutama
ventrikel IV, yang dapat sedemikian besarnya sehingga merupakan suatu kista
yang besar di daerah fosa pascaerior.
4) Kista araknoid dan anomali
pembuluh darah
Dapat terjadi congenital tapi
dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu hematoma.
b.
Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul
perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi ruangan subarahnoid.
Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS
terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat pirulen di aqueduktus sylviin atau
system basalis. Hidrosefalus banyak terjadi pada klien pasca meningitis.
Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah
sembuh dari meningitis. Secara patologis terlihat pelebaran jaringan piamater
dan arahnoid sekitar system basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa
tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar sistem
kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purunlenta
lokasisasinya lebih tersebar.
c.
Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi
mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pengobatannya dalam hal
ini di tujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak di angkat, maka dapat
di lakukan tindakan paliatif dengan mengalihkan CSS melalui saluran buatan atau
pirau. Pada anak, penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii biasanya
suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel
III disebabkan kraniofaringioma.
d.
Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah
lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah
basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu
sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).
2. Pathway
3. Manifestasi
Klinis
Tanda awal dan gejala
hidrosefalus tergantung pada derajat ketidakseimbangan kapasitas produksi dan
resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi
adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak
dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
a. Hidrosefalus terjadi pada masa
neonates
Meliputi pembesaran kepala
abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran
kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala
terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua
arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari
biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang
kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar
dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003).
1)
Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
2)
Strabismus, nystagmus, atropi optic
3)
Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.
4)
Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
5)
Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela
menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
6)
Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
7)
Muntah
8)
Gelisah
9)
Menangis dengan suara ringgi
10) Peningkatan sistole pada
tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan tidak teratur,
perubahan pupil, lethargi – stupor.
11) Peningkatan tonus otot
ekstrimitas
12) Dahi menonjol bersinar atau
mengkilat dan pembuluh-pembuluh darah terlihat jelas.
13) lis mata dan bulu mata ke atas,
sehingga sclera telihat seolah-olah di atas Iris
b. Hidrosefalus terjadi pada akhir
masa kanak-kanak
Pembesaran kepala tidak
bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi intrakranial.
Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda
(diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling
umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah
pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan
sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua
deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat
gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
1)
Fontanel anterior yang sangat tegang.
2)
Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
3)
Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial
menonjol.
4)
Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).
Tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial :
1)
Nyeri kepala
2)
Muntah
3)
Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
4)
Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10
tahun
5)
Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
6)
Strabismus
7)
Perubahan pupil
Gejala
hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan
dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan
okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak
akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi). (Darsono, 2005:213)
Kepala
bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan menjadi
besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi
ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan
bandan bayi. Puncak orbital tertekan ke bawah dan mata terletak agak kebawah
dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya
dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh. Uji radiologis : terlihat
tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah – pisah dan pelebaran
vontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistem ventrikel . CT scan dapat
menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya massa pada
ruangan Occuptional. Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal.
Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat
terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi
dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik.
C.
Klasifikasi
1.
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan
dengannya, berdasarkan :
a. Gambaran klinis, dikenal
hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus tersembunyi (occult
hydrocephalus).
b. Waktu pembentukan, dikenal
hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.
c. Proses terbentuknya, dikenal
hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
d. Sirkulasi CSS, dikenal
hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.
Hidrosefalus
interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal
menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks.
Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran
likuor. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan
asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor
yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi.
Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang
diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua.
(Darsono, 2005)
2.
Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua:
a. Kongenital
Merupakan Hidrosephalus yang
sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga :
1)
Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil.
2)
Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya
tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.
b. Didapat
Bayi atau anak mengalaminya
pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah penyakit-penyakit tertentu
misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak tuntas. Pada hidrosefalus di dapat
pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian
tekanan intracranial. Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital dengan di
dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan kemungkinan
prognosanya.
3.
Berdasarkan letak obstruksi CSS ( Cairan Serbrospinal )
hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam tiga bagian yaitu :
a. Hydrocephalus komunikans
Apabila obstruksinya terdapat
pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat aliran bebas CSS dalam sistem
ventrikel sampai ke tempat sumbatan. Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada
aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah
yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa,
biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah
terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala –
gejala peningkatan ICP). Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS
tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang
sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya
disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya
hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala
peningkatan ICP).
b. Hydrocephalus non komunikans
Apabila obstruksinya terdapat
terdapat didalam sistem ventrikel sehingga menghambat aliran bebas dari CSS.
Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah pada sistem
vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan. Biasanya diakibatkan obstruksi
dalam sistem ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSS. Kondisi tersebut
sering dijumpai pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi
congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping
lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari
obstruksi lesi pada sistem ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas
luka didalam system di dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura
yang berfungsi atau pada anak–anak dibawah usia 12–18 bulan dengan tekanan intraranialnya
tinggi mencapai ekstrim, tanda–tanda dan gejala–gejala kenaikan ICP dapat
dikenali. Pada anak-anak yang garis suturanya tidak bergabung terdapat
pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala.
c. Hidrocephalus Bertekan Normal (
Normal Pressure Hidrocephalus )
Di tandai pembesaran sister
basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi
jaringan serebral, dapat
terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala – gejala
dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia
urine. Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau
thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70 tahun) ada
kemingkinan ditemukan hubungan tersebut.
Dikarenakan kondisi CSS yang
tidak normal hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga
mekanisme yaitu:
1)
Produksi likuor yang berlebihan
2)
Peningkatan resistensi aliran likuor
3)
Peningkatan tekanan sinus venosa
Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial(TIK)
sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme
terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap
saat selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari
:
1)
Kompresi sistem serebrovaskuler
2)
Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
3)
Perubahan mekanis dari otak
4)
Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis
5)
Hilangnya jaringan otak
6)
Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura
kranial.
Produksi
likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran likuor
merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang
disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional
dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang.
Peningkatan
tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena
kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan
peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk
mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi.
Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians
tengkorak. (Darsono, 2005:212).
D.
Pemeriksaan Diagnostik
Selain dari gejala-gejala klinik,
keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan
diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu :
1. Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat
diketahui:
a. Hidrosefalus tipe
kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran sutura,
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate
dan erosi prosessus klionidalis posterior.
b. Hidrosefalus tipe
juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto rontgen kepala
diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.
2. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi
adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan yang
gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu
senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo
dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
3. Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada
bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala melampaui satu atau lebih
garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun
waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini
disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara
fungsional. Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan
kranialis maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
4.
Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras
berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan alat tertentu menembus melalui
fontanela anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk
langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang
melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan
kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau
oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang
tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini
telah ditinggalkan.
5.
Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela
anterior yang masih terbuka. Dengan USG
diharapkan dapat menunjukkan
system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada
penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan
keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat
menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada
pemeriksaan CT Scan.
6. CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT
Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel
III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak
yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas
oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS. Pada hidrosefalus
komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua sistem
ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.
7. MRI (Magnetic Resonance
Imaging)
Untuk mengetahui kondisi
patologis otak dan medula spinalis dengan menggunakan teknik scaning dengan kekuatan
magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.
E.
Penatalaksanaan
Penanganan hidrocefalus masuk
pada katagori ”live saving and live sustaining” yang berarti penyakit ini
memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya.
Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip
pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1. Mengurangi produksi cairan
serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan tindakan reseksi atau
pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan
cairan serebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara
tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat absorbsi, yaitu menghubungkan
ventrikel dengan subarachnoid
3. Pengeluaran cairan
serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a. Drainase
ventrikule-peritoneal
b. Drainase Lombo-Peritoneal
c. Drainase
ventrikulo-Pleural
d. Drainase
ventrikule-Uretrostomi
e. Drainase ke dalam anterium
mastoid
4. Mengalirkan cairan
serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui kateter yang
berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran cairan
serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik
namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus
diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.
5. Tindakan bedah pemasangan
selang pintasan atau drainase dilakukan setelah diagnosis lengkap dan pasien
telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan
pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang.
Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu
ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan
dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.
6. Pengobatan modern atau canggih
dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis silicon yang awet, lentur,
tidak mudah putus.
Ada 2 macam terapi pintas / “ shunting “:
Ada 2 macam terapi pintas / “ shunting “:
a. Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke
dunia luar, dan bersifat hanya sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang
berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
b. Internal
1) CSS dialirkan dari ventrikel ke
dalam anggota tubuh lain :
a) Ventrikulo-Sisternal, CSS
dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen)
b) Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan
ke sinus sagitalis superior
c) Ventrikulo-Bronkhial, CSS
dialirkan ke Bronhus.
d) Ventrikulo-Mediastinal, CSS
dialirkan ke mediastinum
e) Ventrikulo-Peritoneal, CSS
dialirkan ke rongga peritoneum.
2) “Lumbo Peritoneal Shunt”
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis
Lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy
secara perkutan.
G.
Komplikasi
Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP shunt adalah
infeksi dan malfungsi. Malfungsi disebakan oleh obstruksi mekanik atau
perpindahan didalam ventrikel dari bahan – bahan khusus ( jaringan
/eksudat ) atau ujung distal dari thrombosis sebagai akibat dari
pertumbuhan. Obstruksi VP shunt sering menunjukan kegawatan dengan manifestasi
klinis peningkatan TIK yang lebih sering diikuti dengan status neurologis
buruk.
Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi
umumnya akibat dari infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi
septik, Endokarditis bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan
ventrikulitis. Komplikasi VP shunt yang serius lainnya adalah subdural hematoma
yang di sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan ntrakranial dan
ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses abdominal,
perforasi organ-organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat pemasangan),
fistula hernia, dan ilius.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1. Anamnesa
2. Pengumpulan data : nama,
usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat
3. Riwayat Penyakit / keluhan
utama : Muntah, gelisah, nyeri kepala, lelah apatis, penglihatan ganda,
perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
4. Riwayat Penyakit
dahulu
a. Antrenatal : Perdarahan ketika
hamil
b. Natal : Perdarahan pada saat
melahirkan, trauma sewaktu lahir
c. Postnatal : Infeksi,
meningitis, TBC, neoplasma
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Pengkajian persisten
a. B1 ( Breath ) :
Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas
b. B2 ( Blood )
: Pucat, peningkatan systole tekanan darah, penurunan nadi
c. B3 ( Brain
) : Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol
dan mengkilat, pembesaran kepala, perubahan pupil, penglihatan ganda,
kontruksi penglihatan perifer, strabismus ( juling ), tidak dapat melihat
keatas “ sunset eyes ”, kejang
d. B4 ( Bladder ) : Oliguria
e. B5 ( Bowel ) : Mual,
muntah, malas makan
f. B6 ( Bone
) : Kelemahan, lelah, peningkatan tonus otot
ekstrimitas
7. Observasi tanda – tanda vital
a. Peningkatan systole tekanan
darah
b. Penurunan nadi / bradikardia
c. Peningkatan frekuensi
pernapasan
B.
Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK
2.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan muntah sekunder akibat kompresi serebral dan iritabilitas.
3.
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan pembesaran
kepala
4.
Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan penyakit yang di
derita oleh anaknya.
5.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan drain/shunt.
C.
Rencana Keperawatan
1.
Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatn diharapkan rasa nyeri akan berkurang /hilang
Kriteria hasil :
a.
Klien
merasa nyaman
b.
Nyeri kepala berkurang
atau hilang (skala nyeri 0).
c.
Tampak rileks.
d.
Tidak meringis kesakitan.
e.
Nadi normal dan RR
normal.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Tampilkan pengkajian secara menyeluruh tentang nyeri
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekwensi, kualitas, intensitas dan
faktor predisposisi nyeri.
2. Observasi isyarat non verbal dari ketidak nyamanan,
terutama jika tidak dapat berkomunikasi secara efektif.
3. Pastikan pasien menerima analgesik yang tepat.
4. Ajarkan untuk menggunakan teknik nonfarmokologi (misal
: relaksasi, guided imagery, therapi musik, distraksi, dll).
5. Kaji pengalaman nyeri pada anak, minta anak menunjukkan
area yang sakit dan menentukan peringkat nyeri dengan skala nyeri 0-5 (0 =
tidak nyeri, 5 = nyeri sekali).
6. Bantu anak mengatasi nyeri seperti dengan memberikan
pujian kepada anak untuk ketahanan dan memperlihatkan bahwa nyeri telah
ditangani dengan baik.
7. Pantau dan catat TTV
8. Jelaskan kepada orang tua bahwa anak dapat menangis
lebih keras bila mereka ada, tetapi kehadiran mereka itu penting untuk
meningkatkan kepercayaan.
9. Gunakan teknik distraksi seperti dengan bercerita
tentang dongeng menggunakan boneka.
|
1. Pengkajian menyeluruh memudahkan dalam penaganan nyeri.
2. Isyarat non verbal dapat memberikan gambaran tingkat
nyeri yang dialami klien.
3. Pemberian analgesik untuk mengurangai rasa nyeri.
4. Tekhnik relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri.
5. Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri
6. Pujian yang diberikan akan meningkatkan kepercayaan
diri anak untuk mengatasi nyeri dan kontinuitas anak untuk terus berusaha
menangani nyerinya dengan baik.
7. Perubahan TTV dapat menunjukkan trauma batang otak.
8. Pemahaman orang tua mengenai pentingnya kehadiran,
kapan anak harus didampingi atau tidak, berperan penting dalam menngkatkan
kepercayaan anak.
9. Teknik ini akan membantu mengalihkan perhatian anak
dari rasa nyeri yang dirasakan.
|
2.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan muntah sekunder akibat kompresi serebral dan iritabilitas.
Tujuan : Setelah dilaksakan
asuhan keperawatan diharapkan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh teratasi
Kriteria Hasil : Tidak terjadi penurunan berat badan sebesar
10% dari berat awal, tidak adanya mual-muntah.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Pertahankan kebersihan mulut
dengan baik sebelum dan sesudah mengunyah makanan.
2. Tawarkan makanan porsi kecil
tetapi sering untuk mengurangi perasaan tegang pada lambung
3. Atur agar mendapatkan nutrien
yang berprotein/ kalori yang disajikan pada saat individu ingin makan
4. Timbang berat badan pasien
saat ia bangun dari tidur dan setelah berkemih pertama
5. Konsultasikan dengan ahli
gizi mengenai kebutuhan kalori harian yang realistis dan adekuat.
|
1. Mulut yang tidak bersih dapat
mempengaruhi rasa makanan dan meninbulkan mual
2. Makan dalam porsi kecil
tetapi sering dapat mengurangi beban saluran pencernaan. Saluran pencernaan
ini dapat mengalami gangguan akibat hidrocefalus
3. Agar asupan nutrisi dan
kalori klien adeakuat
4. Menimbang berat badan saat
baru bangun dan setelah berkemih untuk mengetahui berat badan mula-mula
sebelum mendapatkan nutrient
5. Konsultasi ini dilakukan agar
klien mendapatkan nutrisi sesuai indikasi dan kebutuhan kalorinya.
|
3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
berhubungan pembesaran kepala.
Tujuan : Klien tidak mengalami gangguan pertumbuhan dan
perkembangan
Kriteria Hasil :
- Pertumbuhan dan perkembangan
klien tidak mengalami keterlambatan dan sesuai dengan tahapan usia
Intervensi
|
Rasional
|
1. Memberikan diet nutrisi untuk
pertumbuhan ( asuh )
2. Memberikan stimulasi atau
rangsangan untuk perkembangan kepada anak ( asah )
3. Memberikan kasih sayang (
asih )
|
1. Mempertahankan berat badan
agar tetap stabil
2. Agar perkembangan klien tetap
optimal
3. Memenuhi kebutuhan psikologis
|
4.
Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan penyakit yang di
derita oleh anaknya.
Tujuan : Meningkatkan
pengetahuan orang tua mengenai penyakit yang diderita anaknya.
Kriteria Hasil :
-
Kecemasan orang tua pada kondisi kesehatan anaknya dapat berkurang
- Orang tua mengungkapkan
pemahaman tentang penyakit, pengobatan dan perubahan pola hidup yang dibutuhkan
Intervensi
|
Rasional
|
1. Beri kesempatan orang tua
untuk mengekspresikan kesedihannya
2. Beri kesempatan orang tua
untuk bertanya mengenai kondisi anaknya mengenai kondisi anaknya
3. Jelaskan tentang kondisi
penderita, prosedur, terapi dan prognosanya
4. Ulangi penjelasan tersebut
bila perlu dengan contoh bila keluarga belum mengerti
|
1. Keluarga dapat mengemukakan
perasaannya sehinnga perasaan orang tua dapat lebih lega
2. Pengetahuan orang tua
bertambah mengenai penyakit yang di derita oleh anaknya sehinnga kecemasan
orang tua dapat berkurang
3. Pengetahuan kelurga bertambah
dan dapat mempersiapkan keluarga dalam merawat klien post operasi
4. Keluarga dapat menerima
seluruh informasi agar tidak menimbulkan salah persepsi
|
4.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan drain/shunt.
Tujuan : Tidak terdapat tanda-tanda infeksi ( 3 x 24 jam )
Kriteria Hasil :
-
TD dalam batas normal
-
Tidak terdapat perdarahan
-
Tidak terdapat kemerahan
Intervensi
|
Rasional
|
1. Pantau tanda-tanda infeksi(
letargi, nafsu makan menurun, ketidakstabilan, perubahan warna kulit )
2. Lakukan rawat luka
3. Pantau asupan nutrisi
4. Kolaborasi dalam pemberian antibiotic
|
1. Mengetahui penyebab
terjadinya in
feksi
2. Mencegah timbulnya ifeksi
3. Asupan nutrisi dapat membantu
menyembuhkan luka
4. Antibiotik dapat mencegah
|
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hidrocephalus adalah: suatu
keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinal
(CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra kranial yang meninggi sehingga
terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS. Merupakan sindroma klinis yang
dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada sistem ventrikuler cerebral dan
kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral selama produksi CSF
berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat
berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial
menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya liquor.
Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga
terbagi dalam dua bagian yaitu :
1. Hidrochepalus komunikan
2. Hidrochepalus non-komunikan
3. Hidrochepalus bertekanan normal
Insidens
hidrosefalus pada anak-anak belum dapat ditentukan secara pasti dan kemungkinan
hai ini terpengaruh situasi penanganan kesehatan pada masing-masing rumah
sakit.
B.
Saran
1.
Mahasiswa-mahasiswi
Mahasiswa dan
mahasiswi dapat mengerti tentang Asuhan Keperawatan dengan Pasien Hidrosefalus
2.
Institusi
Institusi dapat
memfasilitasi dengan fasilitas yang memadai sehingga dapat mendukung
tercapainya makalah yang baik dan benar
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin,Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien
dengan Gangguan System Persyarafan.Jakarta:Salemba Medika
Ngoerah, Igusti Ngoerah.2001.Dasar-dasar Ilmu
Penyakit Saraf.Jakarta:EGC
Suddart, & Brunner.2002.Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC